Beranda Berita Jurnalis pelajar Judicial Review UU TNI: Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRI di Era Demokratisasi

Judicial Review UU TNI: Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRI di Era Demokratisasi

0
0 0
[the_ad_group id="2190"]
Read Time3 Minute, 15 Second

Wartapati.com – Babak drama konstitusional yang mempertaruhkan wajah masa depan militer Indonesia baru saja mengalami twist yang mengejutkan. Berawal dari langkah kontroversial perwira aktif TNI yang mengajukan judicial review UU TNI No. 34 Tahun 2004 ke Mahkamah Konstitusi, kini berakhir dengan pencabutan permohonan dan diberhentikannya proses persidangan. Manuuver hukum yang sempat memantik kekhawatiran banyak pihak ini dipandang sebagaiĀ  upaya terselubung untuk membangkitkan kembali arwah dwifungsi ABRI yang telah dikubur dalam-dalam oleh gerakan reformasi 1998.

Sejarah mencatat bahwa dwifungsi ABRI merupakan doktrin yang memungkinkan militer untuk memiliki peran ganda yaitu sebagai kekuatan pertahanan dan sebagai kekuatan sosial-politik. Konsep ini membuka pintu bagi keterlibatan militer secara langsung dalam urusan pemerintahan sipil, politik praktis, hingga aktivitas ekonomi dan bisnis. Pada masa Orde Baru, implementasi dwifungsi ABRI telah melahirkan berbagai problematika, termasuk praktik korupsi, kolusi, nepotisme yang meluas, serta pelanggaran hak asasi manusia.

Reformasi 1998 telah membawa perubahan yang signifikan dengan mengakhiri era dwifungsi ABRI. Salah satu butir penting reformasi adalah memisahkan fungsi militer dari urusan politik dan bisnis, serta mengembalikan TNI pada jati dirinya sebagai alat pertahanan negara. UU TNI No. 34 Tahun 2004 menegaskan kedudukan TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam bertindak berlandaskan kebijakan dan keputusan politik yang ditetapkan negara.

[the_ad_group id="3651"]

Menurut sejumlah pengamat, pengajuan judicial review UU TNI oleh perwira aktif TNI ini dinilai sebagai bagian dari tindakan untuk menguatkan kembali konsep dwifungsi ABRI dalam bentuk baru. Hal ini justru memperlihatkan adanya upaya sistematis dari dalam tubuh TNI sendiri untuk menghancurkan tembok pemisah yang telah dibangun dengan susah payah sejak masa reformasi. Jika judicial review ini dikabulkan, militer berpotensi kembali memiliki ruang untuk terlibat dalam bisnis dan politik praktis.

Kekhawatiran publik semakin meningkat dengan ditandatanginya UU TNI No. 3 Tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto. Walaupun undang-undang baru ini diperkenalkan sebagai pembaruan kerangka hukum militer untuk menghadapi tantangan pertahanan diera modern, banyak pihak mencurigai adanya agenda tersembunyi yang membuka pintu bagi TNI untuk terlibat dalam ranah bisnis dan politik.

Dalam negara demokratis, dominasi sipil atas militer merupakan prinsip fundamental. Militer harus tetap berada di bawah kontrol otoritas sipil yang dipilih secara demokratis, dan fokus pada tugas utamanya dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah negara. Keterlibatan militer dalam ranah bisnis dan politik berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan meredupkan profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara.

Indonesia telah menempuh perjalanan panjang dalam konsolidasi demokrasi sejak reformasi 1998. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memantapkan reformasi dalam sektor keamanan, seperti pemisahan TNI dan Polri, penataan kembali doktrin dan organisasi TNI, serta penghapusan dwifungsi ABRI. Degradasi dari pencapaian ini akan berdampak serius pada kualitas demokrasi Indonesia.

Meskipun permohonan judicial review telah dicabut, pengawasan publik terhadap dinamika hubungan sipil-militer tetap harus diperkuat. Pencabutan permohonan judicial review ini bisa jadi merupakan respons terhadap tekanan publik dan opini yang berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi publik dalam mengawal demokrasi memiliki peran yang penting. Transparansi dan keterbukaan informasi mengenai substansi revisi UU TNI harus terus didorong untuk memastikan bahwa perubahan regulasi tidak mengarah pada penguatan kembali dwifungsi ABRI.

Profesionalisme TNI sebagai institusi pertahanan negara harus terus diperkuat melalui peningkatan kapasitas, modernisasi alutsista, dan kesejahteraan prajurit. Namun, penguatan ini harus tetap berada dalam koridor konstitusional dan tidak membuka ruang bagi keterlibatan TNI dalam politik dan bisnis.

Kesimpulan

Pencabutan permohonan judicial review UU TNI oleh perwira aktif dan penghentian sidang oleh MK merupakan babak baru dalam narasi reformasi militer di Indonesia. Meski begitu, masyarakat perlu tetap waspada terhadap potensi upaya mengembalikan TNI ke ranah politik dan bisnis dalam bentuk yang lebih halus dan terselubung.

Indonesia telah menempuh jalan panjang dalam reformasi sektor keamanan, dan langkah mundur akan berimplikasi negatif pada konsolidasi demokrasi yang telah dibangun selama lebih dari dua dekade terakhir. Dinamika terkini menunjukkan bahwa perjuangan menjaga demokrasi bukan proses sekali jadi, melainkan memerlukan upaya berkelanjutan dari seluruh elemen masyarakat.

Sebagai warga negara, kita perlu terus mengawal arah reformasi TNI dan memastikan bahwa penataan kembali regulasi sektor pertahanan tetap sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan profesionalisme militer.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini