WARTAREMBANG Kejaksaan melaunching rumah Restorative Justice (RJ) di Desa Pamotan Kecamatan Pamotan, Rabu (16/3/2022). Rumah RJ itu dibuat sebagai tempat musyawarah masyarakat dari suatu tindak pidana yang terjadi sebelum masuk ke ranah penegak hukum.
Launching Rumah Restorative Justice ini langsung dilakukan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui virtual. Selain di Kabupaten Rembang launching serupa juga digelar di 30 Kejaksaan Negeri lainnya. Khusus di Jawa Tengah hanya ada tiga , yakni Rembang , Surakarta dan Kabupaten Magelang.
Dalam kegiatan yang dihadiri Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Pamotan dan Pemerintah Desa Pamotan serta tokoh masyarakat setempat ini, Bupati Rembang H.Abdul Hafidz mengatakan sangat mengapresiasi inovasi rumah RJ ini. Pemkab akan mendukung rumah RJ sebagai upaya penyelenggaraan hukum yang adil sesuai apa yang dikatakan Jaksa Agung.
Bupati berharap agar setelah launching, rumah RJ desa Pamotan ini bisa berjalan sesuai fungsinya. Dan harapannya akan ada rumah RJ juga di desa- desa lainnya.
Lebih lanjut Bupati menuturkan program ini sangat menarik untuk diketahui dan dipahami masyarakat. Namun demikian Bupati mengingatkan jangan sampai RJ ini disalah gunakan.
“Harus ada sosialisasi teknis secara detail agar nanti tidak ada pemahaman yang salah di masyarakat. Oh saiki nek tukaran ora dihukum, ayo do tukaran , nah inikan bahaya Pak , wah saiki nak nyolong pitek ora dihukum ayo do nyolong pitek, wah kacau ini, harus ada SOP, ” ungkapnya di Balai Desa Pamotan.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Rembang, Syahrul Juaksha Subukhi menjelaskan dipilihnya Rembang menjadi pilot project karena memiliki jumlah penduduk besar namun statistik penanganan perkaranya rendah. Hal itu tentunya tak lepas dari sinegitas antara pemkab, aparat penegak hukum dan tokoh agama tokoh masyarakat.
Kajari menyebutkan persoalan hukum yang telah diselesaikan melalui Restorasi Justice sebanyak 4 perkara dengan rincian 3 perkara telah berhasil diselesaikan dan 1 perkara masih menunggu konsultasi dari Mahkamah Agung. Satu kasus laka lantas, pencurian dua kasus dan satu kasus penganiayaan.
Kajari menegaskan tidak semua perkara bisa mendapat restorative justice, ada lima syarat dimana kasus bisa dihentikan melalui Restorative Justice. Syarat tersebut menjadi batasan agar tidak disalah gunakan.
“Syaratnya satu pelaku ini baru pertama kali melakukan tindak pidana bukan residivis, kemudian yang kedua ancaman hukuman yang disangkakan ke dia tidak lebih dari 5 tahun. Ketiga kalau kejahatannya terhadap barang itu nilainya tidak lebih dari Rp.2,5 juta kerugiannya, keempat ada perdamaian atau ada pernyataan memaafkan dari korban dan yang kelima tingkat ketercelaan dari perbuatannya itu rendah, seperti motivasinya tadi karena istrinya sakit butuh biaya hingga terpaksa mencuri, ” jelasnya.(dot/dn)